Allah Swt menciptakan manusia dalam dua gender, yaitu laki-laki dan perempuan. Masing-masing keduanya memiliki sifat dan karakter yang berbeda. Bentuk dan karakter laki-laki diciptakan berbeda dengan perempuan. Begitu pun perempuan diciptakan dengan bentuk dan sifat yang berbeda dari laki-laki.

Siapa pun dari laki-laki yang menyerupai perempuan, atau perempuan menyerupai laki-laki, maka ia telah menyimpang dari takdir yang telah ditetapkan oleh Allah. Karena Allah tidak menciptakan sesuatu kecuali dengan hikmah tersendiri di dalamnya.

Oleh karena itu, Rasulullah saw secara tegas melaknat laki-laki atau perempuan yang menyerupai lawan jenisnya. Dari Ibnu Abbas, Rasulullah saw bersabda:

ู„ูŽุนูŽู†ูŽ ุฑูŽุณููˆู„ู ุงู„ู„ู‘ูŽู‡ู ุตูŽู„ู‘ูŽู‰ ุงู„ู„ู‘ูŽู‡ู ุนูŽู„ูŽูŠู’ู‡ู ูˆูŽุณูŽู„ู‘ูŽู…ูŽ ุงู„ู’ู…ูุชูŽุดูŽุจู‘ูู‡ููŠู†ูŽ ู…ูู†ู’ ุงู„ุฑู‘ูุฌูŽุงู„ู ุจูุงู„ู†ู‘ูุณูŽุงุกู ูˆูŽุงู„ู’ู…ูุชูŽุดูŽุจู‘ูู‡ูŽุงุชู ู…ูู†ู’ ุงู„ู†ู‘ูุณูŽุงุกู ุจูุงู„ุฑู‘ูุฌูŽุงู„ู

Artinya: โ€œRasulullah Saw melaknat laki-laki yang menyerupai wanita dan wanita yang menyerupai laki-laki.โ€ (HR. Al-Bukhari).

Merujuk pendapat Ath-Thabari, sebagaimana dikutip Ibnu Bathal dalam Syarah Shahih Bukhari, hadits tersebut menunjukkan larangan bagi laki-laki yang menyerupai (tasyabbuh) kaum perempuan dalam berpakaian dan menggunakan perhiasan yang identik dengan perempuan. Larangan ini juga berlaku bagi perempuan. (Ibnu Bathal, Syarah Shahih Bukhari, [Riyadh: Maktabah ar-Rusyd, 2003], jilid IX, halaman 140).

Sementara itu, Ibnu Hajar al-Asqalani menambahkan bahwa larangan ini juga mencakup gaya bicara dan perilaku yang menjadi ciri khas dari lawan jenis. Hanya saja keharaman tasyabbuh dalam segi berbicara dan perilaku ini berlaku apabila disertai dengan kesengajaan. (Ibnu Hajar al-Asqalani, Fathul Bari, [Beirut: Darul Maโ€™rifah, 1378], jilid X, halaman 332).

Larangan menyerupai lawan jenis dalam hal berpakaian secara eksklusif disebutkan dalam hadits riwayat Abi Hurairah berikut:

ุฃูŽู†ู‘ูŽ ุฑูŽุณููˆู„ูŽ ุงู„ู„ู‡ู ๏ทบ ู„ูŽุนูŽู†ูŽ ุงู„ุฑู‘ูŽุฌูู„ูŽ ูŠูŽู„ู’ุจูŽุณู ู„ูุจู’ุณูŽุฉูŽ ุงู„ู’ู…ูŽุฑู’ุฃูŽุฉูุŒ ูˆูŽุงู„ู’ู…ูŽุฑู’ุฃูŽุฉูŽ ุชูŽู„ู’ุจูŽุณู ู„ูุจู’ุณูŽุฉูŽ ุงู„ุฑู‘ูŽุฌูู„ู

Artinya, โ€œBahwa Rasulullah saw melaknat laki-laki memakai pakaian perempuan, dan perempuan memakai pakaian laki-lakiโ€ (HR. Ahmad)

Al-Munawi dalam Faidhul Qadir menjelaskan bahwa laknat dalam hadits ini bukanlah laknat yang sesungguhnya, melainkan sebuah peringatan agar seseorang menjauhi perbuatan menyerupai lawan jenis. (Al-Munawi, Faidhul Qadir, [Beirut: Darul Fikr Al-Ilmiyah, 2003], jilid V, halaman 265).

Dalam literatur fiqih, kriteria pakaian yang identik dengan lawan jenis dapat disesuaikan dengan kebiasaan masing-masing daerah. Sebagaimana keterangan dalam Bughyatul Mustarsyidin:

ู‡ูˆ ุฃู† ูŠุชุฒูŠุง ุฃุญุฏู‡ู…ุง ุจู…ุง ูŠุฎุชุต ุจุงู„ุขุฎุฑ ุฃูˆ ูŠุบู„ุจ ุงุฎุชุตุงุตู‡ ุจู‡ ููŠ ุงู„ู…ุญู„ ุงู„ุฐูŠ ู‡ู…ุง ููŠู‡

Artinya, โ€œBatasan tasyabbuh (menyerupai) yang haram adalah berhias dengan sesuatu yang identik untuk lawan jenisnya, atau yang umum diperuntukkan untuk lawan jenisnya di tempat keduanya tinggal.โ€ (Syekh Abdurrahman Baโ€™alawi, Bughyatul Mustarsyidin, [Beirut: Darul Fikr, t.t.], halaman 284).

Dalam hadits lain, Rasulullah saw menyebut laki-laki yang menyerupai perempuan sebagai mukhannats, dan perempuan yang menyerupai laki-laki sebagai mutarajjilat. Dalam riwayat Ibnu Abbas, Rasulullah saw bersabda:

ุฃูŽู†ู‘ูŽ ุงู„ู†ู‘ูŽุจููŠู‘ูŽ ุตู„ู‰ ุงู„ู„ู‡ ุนู„ูŠู‡ ูˆุณู„ู… ู„ูŽุนูŽู†ูŽ ุงู„ู’ู…ูุฎูŽู†ู‘ูŽุซููŠู†ูŽ ู…ูู†ูŽ ุงู„ุฑู‘ูุฌูŽุงู„ู ูˆูŽุงู„ู’ู…ูุชูŽุฑูŽุฌู‘ูู„ุงุชู ู…ูู†ูŽ ุงู„ู†ู‘ูุณูŽุงุกู

Artinya, โ€œSesungguhnya baginda Nabi SAW melaknat para lelaki yang mukhannats dan para wanita yang mutarajjilat.โ€ (HR Al-Bukhari dan Abu Dawud).

Mengutip pendapat al-Mubarakfuri, โ€œmukhannatsโ€ adalah laki-laki yang menirukan perempuan dalam berhias, berpakaian, suara, penampilan, dan perilaku. Sementara โ€œmutarajjilatโ€ adalah perempuan yang menirukan laki-laki dalam hal penampilan, berjalan, dan bersuara lantang.ย

Al-Mubarakfuri juga menegaskan bahwa menyerupai lawan jenis dilarang dalam ajaran agama karena termasuk dari perilaku yang mengubah ciptaan Allah Swt. Keterangan ini sebagaimana dikutip dari Tuhfatul Ahwadzi syarh Sunan at-Tirmidzi:

ููŽู‡ูŽุฐูŽุง ุงู„ู’ููุนู’ู„ู ู…ูŽู†ู’ู‡ููŠู‘ูŒ ู„ูุฃูŽู†ู‘ูŽู‡ู ุชูŽุบู’ูŠููŠุฑูŒ ู„ูุฎูŽู„ู’ู‚ู ุงู„ู„ู‘ูŽู‡ู

Artinya, โ€œMaka perbuatan ini dilarang karena merubah ciptaan Allahโ€ (Al-Mubarakfuri, Tuhfatul Ahwadzi, [Beirut: Darul Fikr Al-Ilmiyah, 2003], jilid VIII, halaman 57).

Menurut Imam an-Nawawi, sebagaimana dikutip al-Mubarakfuri, ย ada dua kategori laki-laki yang menyerupai perempuan. Pertama, orang yang terlahir dengan tabiat menyerupai perempuan dan ia secara alami berperilaku layaknya perempuan dalam berpakaian, ucapan dan gerakan fisiknya. Orang semacam ini tidak tercela dan tidak berdosa sebab dianggap udzur.

Kedua, orang yang sengaja berusaha berperilaku seperti layaknya perempuan dalam berpakaian, berhias, ucapan dan perilakunya. Irang yang keduanya inilah yang dilaknat dalam hadits (Al-Mubarakfuri, Tuhfatul Ahwadzi, jilid VIII, halaman 57).

Hikmah Larangan Menyerupai Lawan Jenis
Merujuk pendapat al-Munawi dalam Faidhul Qadir, hikmah dibalik larangan menyerupai lawan jenis adalah karena tindakan menyerupai lawan jenis secara tidak langsung telah menyalahi kodrat yang telah ditetapkan oleh Allah Swt.

ูˆุญูƒู…ุฉ ู„ุนู† ู…ู† ุชุดุจู‡ ุฅุฎุฑุงุฌู‡ ุงู„ุดุฆ ุนู† ุตูุชู‡ ุงู„ุชูŠ ูˆุถุนู‡ุง ุนู„ูŠู‡ ุฃุญูƒู… ุงู„ุญูƒู…ุงุก

Artinya, โ€œHikmah dari laknat terhadap orang yang berusaha menyerupai lawan jenis adalah mengeluarkan sesuatu dari sifat yang telah ditetapkan oleh Sang Maha Bijaksana (Allah Swt),โ€ (Al-Munawi, Faidhul Al-Qadir, jilid V, halaman 271).

Meski ada larangan menyerupai lawan jenis, prinsip ini tidak bersifat universal dan bisa disesuaikan dalam konteks tertentu. Ada pengecualian di mana penyerupaan diperbolehkan, terutama dalam konteks kebaikan karakter dan perilaku.ย

Menyerupai atau mencontoh orang dalam hal kebaikan dapat menjadi sarana meningkatkan kualitas diri. Aksi seperti ini adalah bentuk penyerupaan yang diperbolehkan, bahkan dianjurkan dalam Islam. (Badruddin Al-Aini, โ€˜Umdatul Qari, [Beirut: Darul Fikr, t.t.], jilid XXII, halaman 44).

Selain penting menjaga fitrah sebagai laki-laki dan perempuan, hal yang perlu kita tahu dan terapkan adalah pemahaman bahwa standar identitas di tiap daerah berbeda-beda.

Norma-norma yang ada di setiap negara, atau jangkauan yang lebih kecil lagi, boleh jadi sangat cair dan tidak begitu baku. Misalnya dalam segi berpakaian, boleh jadi satu pakaian di wilayah Timur dalam segi standar gender berbeda dengan pakaian orang-orang di wilayah Barat.ย

Sehingga, jangan sampai standar budaya yang kita gunakan lantas dipaksa untuk diterapkan kepada masyarakat lainnya. Dalam hal ini, Islam hanya menetapkan kriteria-kriteria saja, bukan jenisnya secara spesifik.

Kesimpulannya, paparan hadits di atas memberikan pelajaran tentang pentingnya menjaga identitas gender sesuai dengan fitrah yang Allah berikan. Penyerupaan lawan jenis tidak hanya dilarang dalam hal penampilan fisik, tetapi juga dalam tindakan dan perilaku. Sebagai manusia, tidak selayaknya kita menyalahi kodrat yang telah diberikan oleh Sang Maha Pencipta. Wallahu Aโ€™lam

Ustadz Bushiri,Pengajar di Pondok Pesantren Syaichona Moh. Cholil Bangkalan Jawa Timur



Source link